Jumat, 30 November 2007

Kepuasan Imajiner

Kita teramat asing. Atas diri dan hati kita sendiri. Karena suatu sisi dari diri kita menginginkan sesuatu yang tidak pernah tetap tiap saatnya. Nampaknya, kita bukanlah orang yang gampang puas terhadap suatu kebenaran. Setiap kita resapi, setiap itu pula kita menjadi gundah. Gundah keatas apa yang ketika itu kita yakini. Hingga pada akhirnya, kita sampai kepada sebuah kesimpulan. Kebenaran hanyalah sesuatu yang tidak boleh dimiliki oleh satu individu saja. Klaimnya tidak semata2 membenarkan sebuah ajaran yg diyakini benar. Karena, manusia semuanya memiliki kepentingan berbeda2. Sehingga tafsiranya atas kebenaran menjadi sangat absurd, subjektif dan egois. Maka kegundahan kita semakin menjadi. Karena kita akan terus mengikuti kebenaran versi orang lain yang sesuai dengan kepentingan kita.

Aku, kau, dan kita semua telah yakin itu. Bahwa kita memiliki banyak keterbatasan. Otak kita terlalu kecil untuk dapat memuaskan berbagai pertanyaan2 besar. Untuk itulah, kegundahan yang sedemikian banyak harus kita hilangkan. Karena kita tidak boleh terus menginginkan untuk dipuaskan. Karena semakin kita tidak puas, semakin kita harus sadar bahwa kebinatangan kita semakin merajalela. Dan menurutku, satu pertanyaan untuk kita semua. Untuk apakah kita ada di dunia ini?

Sudah saatnyalah kita hiasi halaman perhalaman hidup ini dengan tinta emas. Dengan untaian kata perjuangan dan revolusi. Kita hangatkan perjuampaan dengan setiap kawan dengan luapan semangat yg dahsyat. Tidak ada gunanya berkhayal dengan kepuasan imajiner itu. Tentu saja, sebelum semuanya menjadi final.
/hendra madjid/hampir punah/